EVENTUALLY ( Pada akhirnya )

Halohaaaa! lama gak posting di blog ini, karena baru UKK, hehe. Doain ya UKK saya sukses dan Naik kelas dengan nilai yang bikin bangga ortu, amin.
Temen-temen saya bikin cerpen nih, genrenya teen. walaupun gak berpengalaman nyoba aja lah nulis cerpen. Maaf-maaf kalo entar rada lebay atau aneh, banyak Typo. Lah tujuan saya publis cerpen saya di blog biar di kritik, kurang apa cerpen saya,kurang menggigit atau kurang manis. Syukur-syukur setelah bikin cerpen bisa nerbitin novel, huehehe. dimohon apresiasinya ya:) kritiknya boleh loh yang pedas tapi membangun:D. ditunggu penilaianya:). selamat membaca!!!


EVENTUALLY
(Pada akhirnya)
“Jika kamu masih mencintai pria yang kau cintai itu maka biarkan rasa itu tetap ada karena itu anugerah dari Tuhan. Tuhan akan menunjukan jalannya padamu.”


Quote yang membuatku semangat dan kembali bangkit untuk terus mencintaimu, seburuk apapun sifatmu dan tabiatmu. Aku tidak mempedulikanya. Hukum tentang bibit, bebet, bobot tidak berlaku untukmu. Aku mencintaimu tanpa bisa mendefinisikanya. Walaupun kau jauh dariku sekarang dan aku tidak tahu banyak mengenai dirimu. Aku tahu ini memang konyol.
***

Dua tahun yang lalu tak disangka aku menyukainya. Ruffan.Cowok bertubuh tinggi, berkulit gelap bersih dan berwajah manis dengan satu lesung dipipi kananya kini sibuk memanggil-manggil aku, “Lan..lani jawaban nomer empat sampai delapan apa?”desak Ruffan. Aku hanya bisa menahan tawa melihat kecemasan diwajah Ruffan, saat keadaan cemas dia menggemaskan juga.
Jujur aku paling suka kalau dia bertanya jawaban padaku saat ulangan, meminjam pensil, penghapus dan alat tulis lainnya. Tak tahu apa alasanya, tapi bagi orang yang sedang jatuh cinta pasti akan sangat senang bila orang yang disukainya meminjam barang pada kita, inilah yang terjadi padaku.

Dua tahun sudah aku bersekolah di sini dan dua tahun juga Ruffan berlangganan mencontek padaku. Kadang disela-sela ujian kami sering mengobrol atau tertawa bersama karena melihat wajah Adit, teman sekelas kami malah tertidur saat ujian, mengobrol hal-hal kecil tapi tak disangka membuat pengawas ujian marah dan mengancam akan mengambil kertas ujian kami. Itulah momen-momen tak terlupakan bersamanya. Saat diluar ujian anehnya Ruffan jarang berbicara padaku, hanya setelah selesai ujian saja dia mengucapkan terimakasih karena sudah mencontekinya, setelah itu kami jarang berkomunikasi .

Dua tahun juga perasaanku tidak berubah, aku tetap suka padanya walau kami tidak terlalu dekat, bisa dibilang hubungan kami tidak mungkin berlanjut kami hanya sebatas partner saat ulangan. Dia menconteki mata pelajaran bahasa inggris dan aku mencontekinya mata pelajaran biologi yang diakuinya pelajaran paling susah dengan alasan dia malas menghafal.
Tapi kesempatan bersamanya sudah tidak ada lagi, kesempatan menyatakan rasa suka juga sudah tipis. Kini aku duduk dikelas tiga, sebentar lagi kami lulus dan kami tidak mungkin bisa satu sekolah lagi. Saat ujian dulu dia pernah bercerita akan masuk SMK jurusan desain komunikasi visual sesuai dengan bakatnya menggambar, dia juga kadang mendesain kaos dan menjualnya kepada pencetak kaos. Disela-sela mengerjakan ujian ruffan sering menggambar entah dilembar soal atau dikartu ujianku yang sering ia bawa karena aku menuliskan jawabanku di kertas ujian lalu memberikanya padanya. Sedangkan cita-citaku ingin masuk SMA, jelas kami tidak mungkin bisa berhubungan lagi setelah lulus SMP.
***
Masa SMP berganti masa SMA...
Jadi pelajar SMA itu berat banget.Tiap mau ujian tengah semester,ujian semester dan kenaikan kelas selalu aja ada tugas yang harus dikerjakan kelompok, belum lagi tugasnya harus diketik rapi,dijilid,belum lagi kalo harus ada wawancara narasumber. Kayak tugas sosiologi yang dikasih Bu Hana. Tugasnya adalah mencari penyimpangan sosial di lingkungan tempat tinggal saya.
Setelah berunding sama Tita dan Cica yang satu grup sama aku.Akhirnya kami memutuskan untuk meneliti vandalisme dilingkungan rumah kami.
“Lan vandalisme tuh apa sih, baru denger deh aku?” tanya Cica membuyarkan lamunanku.
“Mana aku tahu, itu kan idenya Tita,coba deh tanya dia kalo udah datang.” Jawabku sedikit ketus.
“Ah..kenapa gak searching google aja.” Jawab Cica. Beberapa menit kemudian dia sudah mendiktekan arti vandalisme dengan gaya pembaca berita.
Semua harus berterimakasih dengan Pak Larry page sebagai pencipta google, bayangkan saja bila sampai saat ini belum ditemukan search engine seperti google. Mungkin untuk mencari kata vandalisme saja harus ngubek-ngubek perpustakaan hingga berjam-jam.
“Ngapain sih lo ca, teriak-teriak gitu?” tanya Tita yang tiba-tiba saja datang.
“Hehe, ini loh Ta bacain arti vandalisme, kalo aku gak baca kayak gini si tukang galau nih gak bakal dengerin.” Sambil menatap kearahku. Kemudian topik berganti setelah Cica melihat tas kresek yang dibawa Tita.
“Eh apaan tuh Ta? Baik banget nyediain kita camilan sebanyak itu,hehe.” Tanya Cica kepada Tita sambil menyambar kresekan yang dibawa Tita.
“Eh...eh..eh lo tuh asal nyamber aja deh, ini buat kalian berdua biar gak ngantuk. Biasa kan yang satu tukang galau yang satu ngantukan, entar bisa-bisa gak selesai-selesai nih tugas.”
“Wah thanks ya Ta, ngerti aja kalau aku gampang galau, haha.” Jawabku setulus mungkin.
“oke.” Jawab Tita singkat
“iya,thanks ya Tita cantik,baik,manis....muah...” Kata Cica sambil memonyongkan bibirnya.
“Iya-iya tapi juga gak usah pake acara nyium-nyium segala kali! Lebay deh lo Ca!”
Sore itu kami menghabiskan waktu mengerjakan tugas sosiologi. Pekerjaan sudah hampir selesai hanya kurang wawancara narasumbernya saja. Wawancara ini melibatkan orang yang sering menggambar di dinding-dinding kota (bomber bahasa bekenya) karena kita butuh pendapat apakah mural termasuk seni atau vandalisme.
Untuk mencari narasumber kami serahkan pada Cica yang punya jaringan pertemanan yang luas. Dia punya banyak teman yang punya hobi mengotori tembok kota. Eh..lebih tepatnya bukan mengotori tembok kota tapi memperindah tembok kota, haha.
***
“ Lan,aku dah dapat narasumber nih,ternyata dia temen satu SDku dulu.” Kata Cica saat aku sedang sibuk menyalin PR sebelum bel masuk sekolah berbunyi.
“ Oh. Bagus dong. Kapan kita mulai wawancara?” jawabku sambil masih menyalin PR.
“Entar sore, di kedai nasi timbel. Tau kan? Yang dekat Radio swara tuh loh, kita kan pernah makan ayam timbelnya disana.”
“Oh yaya siap deh Ca, ntar jam tiga sore aku kerumahmu, Tita sudah dikasih tau?”
“ Udah. Eh ada pr ya? Kok lo gak ngasih tau aku sih?”
“Aku juga baru tahu sekarang. Gih buruan nyalin kerjaannya Nadia.” Jawabku. Kemudian Cica asik menyalin pr.
***
“Ca mana sih orangnya? Gak nongol-nongol, udah setengah jam nih. Hobi ngaret kok dipelihara. Kapan majunya bangsa kita!” tanya Tita setengah marah.
“ Aku juga udah bilang jam empat,sabar aja deh.”jawab Cica datar.
Aku masih asik menunggu narasumber yang akan kami wawancarai sambil bermain sedotan yang ada dalam es jeruk dengan asiknya, sampai ada suara yang meminta maaf kepada Cica.
“Maaf Ca telat,habis nungguin motornya ayahku sampai rumah. Padahal gak biasanya loh ayahku pulang ngantornya telat.”kata teman Cica dengan sedikit gusar.
“ Iya gak apa-apa, aku ngerti kok.”jawab Cica lembut.”
“ Teman-teman,kenalin nih temen SDku, namanya Ruffan. Ruffan kenalin ini temenku namanya Tita dan yang lagi main sedotan tuh namanya Lailani,terserah mau panggil Lala atau Lani,namanya flexibel sih, haha.”
Glekk..siapa namanya tadi? Bisa diulang? Ruffan? Temen SMPku dulu yang aku sukai? Yang sampai sekarang aku masih suka sama tuh orang dan gak bisa melupakanya. Yang setiap malam sebelum tidur selalu aku cek timeline twitternya, yang album fotonya di facebook udah aku lihat semua. Orang yang selalu bikin hatiku jungkir balik gak karuan. Dengan tiba-tiba muncul sebagai narasumber tugas sosiologiku.
“Hai Ruffan aku Tita.” Balas Tita dengan nada kemayu.
“Em..em a....aku Lani.” Jawabku sedikit gugup.
“Hai Tita dan Lani,salam kenal.”

Apaaaa! Ruffan sama sekali gak ingat aku? Udah lupa sama yang setia menjadi partner nyonteknya? Apa memang orangnya gak peduli dengan masa lalunya? Apa dasarnya dia sombong,mentang-mentang aku gak famous waktu SMP, tapi dia kan kenal aku. Huhuhu galau lagi deh jadi gak mood dengan tugas sosiologi. Seenggaknya gak usah bilang kalau dulu kita partner, cukup bilang ”Oh Lani...bukanya kamu dulu anak SMP Cendikia ya? Berarti dulu kita satu sekolah dong.” Cukup bilang gitu aja aku udah senang kok. Lah ini gak bilang apa-apa,seolah-olah kita baru kenal lima menit yang lalu.

Selama proses wawancara aku masih bermain-main dengan sedotan dalam gelasku, sementara isinya sudah habis dari tadi.
“Lan lo bisa gak sih megang HPnya yang bener? Takutnya entar suara Ruffan gak jelas direkaman dan jangan sambil mainan sedotan, entar lama-lama sedotan lo aku buang juga deh saking kesalnya.” Bentak Tita membuyarkan lamunanku.
“Iya deh maaf. Aku bisa kok megangnya.” Jawabku lesu tak berdaya.

Selama wawancara aku tak mengajukan pertanyaan kepada Ruffan karena aku memang tidak kebagian tugas mengajukan pertanyaan. Aku bertugas merekam, Cica mencatat semua yang dikatakan Ruffan dan Tita mengajukan pertanyaan. Selama wawancara Titalah yang paling bersemangat terhadap Ruffan, ini semakin menambah kadar moodku semakin jelek.
***

Setelah selesai wawancara aku sama sekali gak mood untuk melakukan apa-apa. Yang aku pikirkan cuman Ruffan. Kenapa sih dia gak inget aku, apa gak sebegitu pentingnya aku bagi dia, jadi dia udah lupa sama aku? Apa otaknya gak ada ruang buat menyimpan ingatan wajahku?
Akhirnya aku putuskan untuk keluar rumah mencari udara segar dan lauk buat makan malam. Aku mengendarai motor dan berhenti ketika melihat gambaran mural yang ada di tembok itu, disitu tertulis Ruffan dengan font tulisan khas mural sebagai tanda bahwa ia yang menggambarnya. Aku menyadarkan tubuhku pada motor yang aku parkir di depan tembok itu persis.
Kita hanya dekat saat hanya ada kita berdua, tidak ada hal-hal yang spektakuler darinya, tapi aku jatuh cinta padanya entah karena apa aku tidak bisa menjelaskanya. Walau dia tidak banyak berkesan dalam hatiku tapi dia tidak mudah dilupakan sampai saat ini. Entah karena aku terlalu bodoh atau ini jodoh, Tuhan sampai disinikah jalan aku mencintainya, apakah harus berhenti mencintainya?

Air mataku perlahan menetes, semakin aku menatap gambar itu semakin deras air mataku menetes. Hingga akhirnya ada orang yang memanggilku.
“Lan kamu ngapain disini? Eh, kamu nangis?” tanya orang yang ikut menyandarkan tubuhnya kemotorku.
“Ka..ka kamu Ruffan?” tanyaku gugup sambil mengusap airmataku secepatnya.
“Maaf Lan yang tadi sore, bukan maksudnya aku sombong sama kamu, maaf lan, gak tahu kenapa saat kita lagi bareng sama temen-temen aku jadi bingung mau ngomong sama kamu apa. Tapi saat aku berdua sama kamu aku bisa jadi diri aku sendiri. Aku nyaman dideket kamu, aku bisa ketawa lepas sama kamu, cuman kita berdua lan...berdua...” balas Ruffan dengan tempo berbicara agak cepat.

Hah..aku gak salah denger? Ruffan dan aku yang cuman bisa deket sama dia waktu ujian, bisa bilang nyaman, tertawa lepas sama aku? Padahalkan kita dah lama gak ketemu. Apa dia cuman bercanda ?
“Berarti kamu malu dong punya temen kayak aku Fan? Kamu malu ngakuin kalo kita saling kenal? Kamu malu kalo dulu kita pernah tertawa berrsama. Kamu malu? Kamu cuman bercanda kan?” tuduhku dengan masih menangis

“Gak bukan gitu Lan..aku gak ada maksud seperti itu. Sumpahan aku gak ada maksud gitu. Kamu bisa ngerti aku kan? Please aku sayang kamu. Apa gunanya aku ngasih tau kamu kalo aku suka kamu dengan manfaatin kamu, toh sekarang kita gak bisa saling contek-contekan. Aku suka kamu Lan, aku bingung mau ngungkapin perasaan ini dulu, kalo aku ngungkapinya waktu ujian kan gak etis. Diluar ujian aku gak ada nyali Lan. Tapi Tuhan nunjuin jalan cinta kita berdua, aku cuman iseng jalan kesini dan kita ketemu lagi, cuman berdua. Semua kata-kata yang aku ucapin tadi gak tau kenapa bisa meluncur begitu aja.” Jawab Ruffan lirih dan menahan air matanya turun.

Air mataku turun lebih deras kali ini,sampai akhirnya Ruffan memelukku tanpa berkata apapun, kami berdua berpelukan dalam diam.

“Udah jangan nangis.” Bisik Ruffan.
Hingga akhirnya aku berhenti menangis dan melepaskan pelukan Ruffan. Dan aku tersenyum menatapnya karena mengingat quote itu.

“Jika kamu masih mencintai pria yang kau cintai itu maka biarkan rasa itu tetap ada karena itu anugerah dari Tuhan. Tuhan akan menunjukan jalannya padamu.”
Karena pada akhirnya kami dipertemukan kembali 


SELESAI.

Komentar

  1. Hooo, keren keren XD
    blognya juga keren, aku follow yaaa~ salam kenaaal :D

    BalasHapus
  2. trims, nanti saya kunjungi balik blognya:)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

"ARIRANG" LAGU TRADISIONAL KOREA

Spoiler Ending Gu Family Book

Review Film: "My True Friend/Meung Gu